Twitter Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon


Kejutan Tak Terduga 0

“Kring… kring…” suara berisik itu begitu mengganggu saat aku masih menikmati bunga tidurku, “Uft,,, berisik sekali”,desahku. Begitu Berat untuk membuka mata, tetapi “Aaaaa…!!!”aku berteriak sekencang-kencangnya, mungkin terdengar sampai rumah sebelah ketika jarum itu mampu mengusik kantukku. “Oh, tidak!” batinu dalam hati, “sudah jam 6”
“Ibu, kenapa kau tidak membangunkanku?” tanyaku menggerutu.
“Salah sendiri bergadang”, aku sudah tahu kalau jawaban itu yang akan ku dengar, tak peduli dengan insomniaku.
                Secepat kilat aku bersiap, makan lezat kesukaankupun hanya aku lirik sesaat. Tas dan sepatu langsung kusambar begitu selesai membasuh badan. Roda dua tak berbahan bakar itu segera ku keluarkan dari ‘kandang’nya. Yah, begitulah yang lebih senang aku menyebutnya.
                Ditengah jalan sinar matahari sudah mulai menyilaukanku, debu-debu itu beramai ramai menyerbu lubang hidungku. “Aku benci ini”, sesalku dalam hati. “Andai saja ayah tadi bias mengantarku, tapi dia tidak mungkin sudah kan sampai di tempatnya mencari nafkah”. Aku terlalu berandai andai hingga bunyi itu mangagetkanku “bib… biiib…” roda empat mulus itu membuatku tersentak, spontan ku arahkan kembali sepedaku ke jalur yang benar.
                Dengan semangat ’45, ku kayuh terus kuat-kuat berharap misa mengejar waktu, meski hawa panas menyambar dari dalam tubuhku. Sesekali kurasakan perih di perutku ini, tapi tak ku hiraukan dalam perjuanganku. Secepat kilat aku melesat, tak peduli dengan lampu merah atau orang keamanan itu. Kadang kotoran yang bermesin itu membuatku tak bias bernafas (sesaat).
                Ku ingat akan sesuatu hingga ku mencari benda kotak kesayangan dalam kantung rokku. Aku mulai resah ketika butut itu tidak kutemukan. “Ketinggalan”, yah, kata itulah yang pantas untuk menggambarkan. Sekarang, ku hanya bias berpatokan pada matahari yang menyengat.
                Sampai di tempat belajar, mata-mata itu sudah memandangiku dengan geram, bagaikan mahluk buas dalam hutan rimba yang siap menerkam, apalagi ketika mereka melihat wajahku yang penuh kesalahan. Siapa yang bias menebak kejadian setelah ini?
                Ahirnya aku harus berlutut dengan mereka beberapa menit hingga gerbang itu dibuaka. Dia mengeluarkan seikat sapu lidi setelah menyuruhku untuk mengeluarkan buku catatan buruk itu. Lelahku masih tersisa, tak akan ku keluarkan banyak kata-kata percuma hingga nafasku kembali sempurna. Lebih baik aku menurut saja.
                Setelahnya, kelas menjadi tujuan berikutnya. Sekarang inilah waktuku, waktu untuk melepas lelah sambil memantikawan yang sedang melakukan ritual penghormatan kepada kain merah putih itu. Tak perlu aku menyusul mereka, karena nanti juga hanya dijemur seenaknya.
                Beberapa saat kemudian, kawan-kawan telah dating membawa penutup kepalanya masing-masing. Baru aku sadari bila kini ku hanya sendiri, terpekur di pojok ditemani kayu-kayu bobrok. Kulihat mereka memperhatikanku dengan curiga, seakan matanya menyinarkan suatu kode pertanyaan.
                “Hey, telat ya?” Tanya clara kemudian.
                “Eh, iya tadi”, jawabku singkat.
                Pelajaran demi pelajaran pun barlalu dengan guru-guru yang membuatku terbuai, seperti di’nina bobo’kan saja. Namun aku tetap berusaha agar tidak terjatuh kea lam mimpi. Suasana yang sungguh tak mendukung untuk menyerap ilmu pemahaman. Tulisan yang aku buat juga tidak bias dikatakan bagus, karena terselip kantuk.
                Hal yang bisa aku pikirkan adalah ‘istirahat’ karena itulah waktu yang menyenangkan. Terbesit sesuatu dalam pikiranku yang mendorong untuk mencolek kawan di depanku.
                “Emm, kamu tau ngga’ jam berapa sekarang?” tanyaku berharap. Tetapi si Noni tidak menggubrisku, deia malah ngrumpi sama ‘genk’nya. Hari ini aku begitu heran dengan sikap teman-temanku, kenapa mereka jadi cuek sama aku? Sobat setiaku, Lolita juga, biasanya ia selalu ‘ngoceh’ tentang cowok. Aku jadi sebel, sebel, sebel.
                “Ting tong… ting tong…”bunyi yang kutunggu-tunggu, ahirnya telah terdengar juga. Begitu pengaarku menuju pintu ruangan, aku segera beranjak dari tempat dudukku, ingin menghirup udara segar dan menikmati angina sepoi sepoi. Kurasakan sentuhan tangan melekat kuat di pundakku, spontan aku membalikkan muka.
                “Ke kantin yuk, makan-makan!” ajak Dika, kelas sebelah.
                “Engga’ ah, tau ngga’ sih, aku lahi ngga’ bawa uang, nih kantongku lagi kosong. Tapi sebenarnya, aku laper banget, lum sarapan nih”, celotehku.
                “Ya udah, ngga’ pa-pa, ntar aku traktir deh, Ya,yaa”, rayunya sambil main mata. Tanpa piker panjang lagi, aku segera menganggu, dan siap meluncur ke tempat tujuan. Tapi yang aku heran, kenapa dia mau mentraktirku?
Sampai di tempat makan, kami langsung memesan 2 mangkuk bakso dan 2 gelas es.
“makasih ya? Lagi banyak duit nih?” tanyaku menebak.
“ah, ngga’ juga, Cuma lagi pengen”, katanya sambil melahap dengan cepat.
Aku pasti ketinggalan makan, meskipun sedang lapar. Tiba-tiba Dika pamit ke kamar kecil dan tidak kembali lagi. Aku yang kelabakan ‘ngomong’ sama ibu kantin. “Awas ya, kalau nanti ketemu lagi!” geramku. Terpaksa deh, ‘ngebon’ gara-gara pembohong.
Setelah sekolah, les Bahasa Inggris sampai sore, tetapi orang yang aku cari tak kelihatan batang hidungnya. Ahirnya waktunya pulang pun tiba. Ingin sekali merobohkan diri setelah lelah ini. “Assalamu’alaikum…!” salamku seperti biasa. Tetapi tidak ada jawaban, sepi. Padahal hari sudah menjelang petang. Kubuka daun pintu hijau itu. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan suara yang tidak pernah aku duga sebelumnya, “HAPPY BIRTHDAY TO YOU!”

By. Umi Sholikah TKJ209

0 Responses So Far:

 
Copyright © 2011 TKJ2 Comunity reDesign by Kha-Tech aNd F-Share| Powered by Blogger